LAPORAN PENDAHULUAN
1. Masalah
Utama
Isolasi
sosial : menarik diri
2. Proses
Terjadinya Masalah
a.
Pengertian
Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam
bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1998) penarikan diri atau withdrawal
merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya
terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau
menetap.
Isolasi
sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 1998). Menurut Rawlins
& Heacock (1998) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindari
dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan
hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan,
berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Isolasi
sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif atau
mengancam kelainan interaksi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampua
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain.
b.
Rentang
Respon
Rentang respon perilaku
Respon
Adaptif Respon
Maladaptif
Solitude
Kesepian Manipulasi
Otonomi
Menarik
diri Impulsif
Bekerjasama Tergantung
Narkisisme
Saling
tergantung
Respon adaptif adalah respon yang masih
dapat diterima oleh norma-norma, sosial, dan kebudayaan secara umum yang
berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari : solitud, otonomi,
bekerjasama, dan saling tergantung. Respon maladaptif adalah respon yang
menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen,
1998). Respon maladaptif terdiri dari manipulasi, impulsif, dan narkisisme.
Berdasarkan gambar rentang respon sosial
di atas,menarik diri termasuk dalam transisi antara respon adaptif dengan
maladaptif sehingga individu cenderung berfikir kearah negatif.
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.
Akan tetap, menurut Stuart dan Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang
spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal.
c.
Penyebab
Faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
1.
Faktor predisposisi
Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a.
Faktor perkembangan
Setiap
tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih saying, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah
laku curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Oleh karena itu,
komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
penting dalam mengembangkan gangguan tingkah laku seperti sikap
bermusuhan/hostilitas, sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak,
selalu mengkritik, menyalahkan, dan anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya, kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan
pada pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur
sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah, ekspresi emosi yang tinggi, double bind, dua
pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan
kecemasannya meningkat
c. Faktor sosial budaya.
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga
seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor
pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga
yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian
kembar monozigot apabila salah satu diantaranya menderita skizofrenia adalah
58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dan dirawat di rumah sakit atau di penjara.
Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b.
Stressor biokimia berupa teori dopamin yaitu kelebihan dopamin pada
mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) di dalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu MAO adalah sebagai
enzim yang menurunkan dopamin, maka penurunannya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.Faktor endokrin berupa jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hipertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenokortikal seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik. Viral hipotesis yaitu beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur
sel-sel otak.
c.
Stresor biologik dan lingkungan sosial
Beberapa
peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi
antara individu, lingkungan maupun biologis.
d.
Stresor psikologis
Kecemasan
yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain. Intensitas kecemasan ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut
teori psikoanalisa, perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar.
Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress.
Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak
pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Strategi
koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Strategi
koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:
1)
Tingkah laku curiga: proyeksi
2)
Dependency: reaksi formasi
3)
Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4)
Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5)
Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6)
Skizofrenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,
represi, dan
regrasi.
d.
Pohon
Masalah
Resiko
Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
|
Gangguan
Konsep Diri : Harga Diri Rendah
e.
Tanda
dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala
ditemui seperti:
·
Apatis, ekspresi
sedih, afek tumpul.
·
Menghindar dari
orang lain (menyendiri).
·
Komunikasi kurang/tidak
ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
·
Tidak ada kontak
mata, klien sering menunduk.
·
Berdiam diri di
kamar/klien kurang mobilitas.
·
Menolak berhubungan
dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap.
·
Tidak melakukan
kegiatan sehari-hari.
f.
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial dapat
menggunakan wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
·
Pasien
menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
·
Pasien
merasa tidak aman berada dengan orang lain
·
Pasien
mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
·
Pasien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
·
Pasien
tidak mampu
berkonsentrasi dan membuat keputusan
·
Pasien
merasa
tidak berguna
·
Pasien
tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan
pada waktu wawancara untuk mendapatkan data subyektif:
·
Bagaimana
pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau tetangga)?
·
Apakah
pasien mempunyai teman dekat? Bila
punya siapa teman dekat itu?
·
Apa
yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
·
Apa
yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
·
Apakah
ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
·
Apa
yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang sekitarnya?
·
Apakah
pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
·
Apakah
pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:
·
Tidak
memiliki teman dekat
·
Menarik
diri
·
Tidak
komunikatif
·
Tindakan
berulang dan tidak bermakna
·
Asyik
dengan pikirannya sendiri
·
Tak
ada kontak mata
·
Tampak
sedih, afek tumpul
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial Menarik diri
3. Tindakan Keperawatan
a.
Tindakan keperawatan untuk pasien.
Tujuan: Setelah tindakan
keperawatan, pasien mampu
·
Membina hubungan saling
percaya
·
Menyadari penyebab
isolasi sosial
·
Berinteraksi dengan
orang lain
b.
Tindakan
1) Membina Hubungan Saling Percaya
Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya, adalah :
·
Mengucapkan
salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
·
Berkenalan
dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien
·
Menanyakan
perasaan dan keluhan pasien saat ini
·
Buat
kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempatnya di mana
·
Jelaskan
bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
·
Setiap
saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
·
Penuhi
kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi
sosial kadang-kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan
sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk itu
perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penuhi janji
adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan
membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan anda,
program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan.
2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi
sosial
Langkah-langkah
untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :
·
Menanyakan
pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
·
Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
3) Membantu pasien mengenal
keuntungan berhubungan dengan orang lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka
4) Membantu pasien mengenal
kerugian tidak berhubungan
Dilakukan dengan cara:
·
Mendiskusikan
kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
·
Menjelaskan
pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
5). Membantu pasien untuk
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Perawat
tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi
dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu
yang lama. Untuk itu perawat dapat melatih pasien berinteraksi secara bertahap.
Mungkin pasien hanya akan akrab dengan anda pada
awalnya, tetapi setelah itu anda harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara
bertahap dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi
dapat dilakukan sebagai berikut:
·
Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara
berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan anda
·
Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan
satu orang (pasien, perawat atau keluarga)
·
Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
·
Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi
yang telah dilakukan oleh pasien.
·
Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien
setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan
Orientasi
(Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya MS, Saya senang dipanggil M,
Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita
bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S? Mau dimana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana
kalau 15 menit”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal
serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap
dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama
dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Oo..
S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan
yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang
menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai
teman ? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah
kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak
punya teman ya. Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang
lain? Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho S,
untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya MS,
senang dipanggil M. Asal saya dari Banjar,
hobi jalan-jalan”
“Selanjutnya
S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak
siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba
berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik
sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita
pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan
dengan orang lain. S mau praktekkan ke
pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman
saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”
SP
2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan
dengan orang pertama -seorang perawat-)
Orientasi :
“Assalammualaikum S”
“Bagaimana perasaan S hari ini?
“Sudah
dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan. Coba
sebutkan lagi sambil bersalaman dengan perawat!”
“Bagus
sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S
mencoba berkenalan dengan teman saya
perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit”
“Ayo
kita temui perawat N disana”
Kerja :
( Bersama-sama S anda mendekati perawat N)
“Selamat pagi perawat N, ini ada yang ingin berkenalan dengan N”
“Baiklah S, S bisa berkenalan
dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin”
(pasien
mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
“Ada lagi yang S ingin tanyakan
kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin
dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi
dengan perawat N, misalnya jam 1 siang
nanti”
“Baiklah
perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi.
Assalamu’alaikum”
(Anda bersama pasien meninggalkan perawat N untuk
melakukan terminasi dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana
perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”
”S tampak bagus
sekali saat berkenalan tadi”
”Pertahankan terus
apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba
sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok ya. Assalamu’alaikum”
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua-seorang pasien)
Orientasi:
“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan
komunikasi berikutnya)
”Bagaimana
perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan
orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
Kerja:
( Bersama-sama S saudara
mendekati pasien O)
“Selamat pagi , ini ada pasien
saya yang ingin berkenalan”
“Baiklah S, S sekarang bisa
berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya”
(pasien
mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama).
“Ada lagi yang S ingin tanyakan
kepada O”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin
dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi,
misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti”
(S membuat janji untuk bertemu
kembali dengan O)
“Baiklah
O, karena S sudah selesai berkenalan, saya
dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi”
(Bersama-sama pasien saudara
meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana
perasaan S setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat
berkenalan dengan O” ”pertahankan apa
yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1
siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang
baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan
pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok..
Assalamu’alaikum”
2.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan: setelah tindakan
keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
b. Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu
pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu
bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi
sosial di rumah meliputi:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
2) Menjelaskan tentang:
- Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
- Penyebab isolasi sosial.
- Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
-
Membina
hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak
ingkar janji.
-
Memberikan
semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama
dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan
pujian yang wajar.
-
Tidak
membiarkan pasien sendiri di rumah.
-
Membuat
rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3)
Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
1)
Membantu
keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang
dihadapi.
2)
Menyusun
perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga
tentang masalah isolasi sosial,
penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
Orientasi:
“Assalamu’alaikum
Pak”
”Perkenalkan saya perawat M,
saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah
anak Bapak dan cara perawatannya”
”Kita diskusi di
sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang
sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial.
Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien
gangguan jiwa yang lain”.
”Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan
orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah
menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman
yang mengecewakan saat berhubungan
dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan
orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka
seseorang bisa mengalami halusinasi,
yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota
keluarga lainnya harus sabar menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya
dengan S yang caranya adalah bersikap
peduli dengan S dan jangan ingkar janji.
Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi
pasien.”
“Selanjutnya
jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S.
Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan
rumah tangga bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk
melakukan semua cara itu”
”Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain.
Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan
kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana
kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat
di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di
mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi
seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
Terminasi:
“Baiklah waktunya
sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak ulangi
lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial”
“Selanjutnya
bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah
isolasi sosial”
“Bagus
sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »
“Nanti
kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga
agar mereka juga melakukan hal yang sama”
“Bagaimana
kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S?”
“Kita
ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama”
“Assalamu’alaikum”
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti
yang kita pelajari berberapa hari yang
lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu
Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui S”
Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S
tunjukkan jadwal kegiatannya!”
(kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang
sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Anda mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana
perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah, sekarang
saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
(Anda
dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah
bagus.”
“Mulai
sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S”
“ Tiga
hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti
sekarang Pak”
“Assalamu’alaikum”
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita
bicarakan perawatan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut
disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30
menit?”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba
dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan
perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah
perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S
terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera
hubungi perawat K di puskemas..........yang terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya...........
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau
perkembangan S selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal
kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM
Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silakan selesaikan administrasinya.
Assalamu’alaikum”
DAFTAR
PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta
Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia
Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed I, Professional Books, Jakarta
Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta
Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
No comments:
Post a Comment