Friday, 13 February 2015

LP Isolasi Sosial



LAPORAN PENDAHULUAN


1.      Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri

2.      Proses Terjadinya Masalah
a.      Pengertian
Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1998) penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 1998). Menurut Rawlins & Heacock (1998) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindari dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif atau mengancam kelainan interaksi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampua berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

 
b.      Rentang Respon
Rentang respon perilaku
 

Respon Adaptif                                                                                              Respon Maladaptif
Solitude                                               Kesepian                                            Manipulasi
Otonomi                                              Menarik diri                                        Impulsif
Bekerjasama                                        Tergantung                                          Narkisisme
Saling tergantung

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma, sosial, dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari : solitud, otonomi, bekerjasama, dan saling tergantung. Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif terdiri dari manipulasi, impulsif, dan narkisisme.
Berdasarkan gambar rentang respon sosial di atas,menarik diri termasuk dalam transisi antara respon adaptif dengan maladaptif sehingga individu cenderung berfikir kearah negatif.
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Akan tetap, menurut Stuart dan Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal.
c.       Penyebab
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih saying, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Oleh karena itu, komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi penting dalam mengembangkan gangguan tingkah laku seperti sikap bermusuhan/hostilitas, sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak, selalu mengkritik, menyalahkan, dan anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah, ekspresi emosi yang tinggi, double bind, dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat
c. Faktor sosial budaya.
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian kembar monozigot apabila salah satu diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a. Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dan dirawat di rumah sakit atau di penjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor biokimia berupa teori dopamin yaitu kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) di dalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka penurunannya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.Faktor endokrin berupa jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hipertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenokortikal seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik. Viral hipotesis yaitu beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel otak.
c. Stresor biologik dan lingkungan sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stresor psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa, perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
1) Tingkah laku curiga: proyeksi
2) Dependency: reaksi formasi
3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6) Skizofrenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi, dan
regrasi.
d.      Pohon Masalah
Resiko Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi

                                                  ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
                                                                  ISOLASI SOSIAL
 

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

e.       Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
·         Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
·         Menghindar dari orang lain (menyendiri).
·         Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
·         Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
·         Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
·         Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
·         Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.  

f.       Proses Keperawatan

1.      Pengkajian 

Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial dapat menggunakan  wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga. 
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
·         Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
·         Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
·         Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
·         Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
·         Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
·         Pasien merasa tidak berguna
·         Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan data subyektif:
·         Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau tetangga)?
·         Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya siapa teman dekat itu?
·         Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
·         Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
·         Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
·         Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dengan orang sekitarnya?
·         Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
·         Apakah pernah ada perasaan ragu untuk bisa melanjutkan kehidupan?

Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi:
·         Tidak memiliki teman dekat
·         Menarik diri
·         Tidak komunikatif
·         Tindakan berulang dan tidak bermakna
·         Asyik dengan pikirannya sendiri
·         Tak ada kontak mata
·         Tampak sedih, afek tumpul

2.      Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial Menarik diri

3.      Tindakan Keperawatan

a.       Tindakan keperawatan untuk pasien. 
Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu
·         Membina hubungan saling percaya
·         Menyadari penyebab isolasi sosial
·         Berinteraksi dengan orang lain
b. Tindakan

1) Membina Hubungan Saling Percaya

Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya, adalah :        
·         Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
·         Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan  yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
·         Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
·         Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
·         Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
·         Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
·         Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk itu perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan anda, program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan.
2)  Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :
·         Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
·         Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
         Dilakukan dengan cara:
·   Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
·   Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Perawat tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu perawat dapat melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan akrab dengan anda pada awalnya, tetapi setelah itu anda harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat dilakukan sebagai berikut:
·            Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan anda
·            Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga)
·            Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
·            Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
·            Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal

       penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan

       berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,

    dan mengajarkan pasien berkenalan  


Orientasi (Perkenalan):
“Assalammu’alaikum ”
“Saya MS, Saya senang dipanggil M, Saya perawat di Ruang Mawar ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Oo.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan ini”
 “Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
 “Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang  lain?”
 Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain?  Bagus. Bagaimana kalau sekarang  kita belajar berkenalan dengan orang lain”
 “Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya MS, senang dipanggil M. Asal saya dari Banjar, hobi jalan-jalan
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita  latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.  S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini  untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap  
                      (berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)
Orientasi :
“Assalammualaikum S”
“Bagaimana perasaan S hari ini?
Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan. Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan perawat!
Bagus sekali, S masih ingat. Nah  seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan  dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit
Ayo kita temui perawat N disana
Kerja :
( Bersama-sama S anda mendekati perawat N)
Selamat pagi perawat N, ini ada yang  ingin berkenalan dengan N
Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N . coba tanyakan tentang keluarga perawat N
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya  jam 1 siang nanti
Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya  dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi. Assalamu’alaikum”
(Anda bersama pasien meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain)
Terminasi:
 “Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N”
”S tampak bagus  sekali saat berkenalan tadi” 
”Pertahankan terus  apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok ya. Assalamu’alaikum

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua-seorang pasien)

Orientasi:
“Assalammu’alaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?
”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya)
 ”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi”
”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”
”seperti biasa kira-kira 10 menit”
”Mari kita temui dia di ruang makan”
Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien O)
Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan
Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama).
Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya  dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain)
Terminasi:
 “Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O”
”Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O”  ”pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O  jam 4 sore nanti”
”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan  berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamu’alaikum”

2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi  sosial

b. Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial

Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan tentang:
  • Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
  • Penyebab isolasi sosial.
  • Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
-          Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
-          Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
-          Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
-          Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
1)      Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
2)      Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga
SP 1 Keluarga :   Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi   sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan  isolasi sosial    
Orientasi:
“Assalamu’alaikum  Pak”
”Perkenalkan saya perawat M, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini”
”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya”
 ”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah  jam?”
Kerja:
”Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.
”Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan   saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang  bisa mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan S  yang caranya adalah bersikap peduli dengan S  dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”
Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama. 
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”
”Begini contoh komunikasinya, Pak:  S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa  bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”
”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

Terminasi:
“Baiklah waktunya  sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?”
“Coba Bapak  ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang mengalami isolasi sosial”
Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial”
Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »
“Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama
Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S?”
Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama”
Assalamu’alaikum”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan  masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien


Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari  berberapa hari yang lalu?”
“Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.” 
”Sekarang mari kita temui S” 
Kerja:
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!”
 (kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu”
(Anda mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana  perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?”
”Baiklah,  sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”
 (Anda dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu  setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”
Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S
 Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang  Pak
Assalamu’alaikum

     SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu”
”Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.”
”Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja”
”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja:
”Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal kegiatan  maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskemas..........yang terdekat dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya...........
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah
Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya. Assalamu’alaikum





                                        









                                                DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia

Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

DEPKES RI, (1989). Pedoman Perawatan Psikiatrik, Ed I, DEPKES RI, Jakarta

Johnson, B.S, (1995). Psichiatric-Mental Health Nursing Adaptation and Growth, Edisi 2th, J.B Lippincott Company, Philadelphia

Kusuma, W, (1997). Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek, Ed I, Professional Books, Jakarta

Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta

Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya

Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V Mosby Company, Toronto

Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta

Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

No comments:

Post a Comment