GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
A.
Masalah Utama
Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi.
B.
Proses
Terjadinya Masalah
1.
Definisi
Halusinasi
adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun
pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun.
(Maramis, hal 119). Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Menurut
Maramis (1998) halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu sebenarnya yang tidak terjadi. Perubahan persepsi sensorik adalah suatu
keadaan individu yang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus
yang mendekat disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau
kelainan respon perubahan yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi
realitas adalah halusinasi dan dipersonalisasi (Stuart and sunden, 1998)
Struart and Sunden, 1998 mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut
:
a.
Halusinasi
Pendengaran (Auditori)
Karakteristik
Mendengar
suara, paling sering suara orang yang membicara sesuatu.
Perilaku Klien yang diamati
Melirikan mata kekiri dan kekanan
mencari orang yang berbicara,
Mendengarkan penuh perhatian pada benda
mati,
Terlihat percakapan dengan benda mati.
b.
Halusinasi
Penglihatan (Visual)
Karakteristik
Stimulus penglihat dalam bentuk pancaran cahaya atau panorama yang luas dan komplek.
Stimulus penglihat dalam bentuk pancaran cahaya atau panorama yang luas dan komplek.
Perilaku Klien yang diamati
Tiba-tiba, tanggap, ketakutan pada benda
mati,
Tiba-tiba lari keruang lain tanpa
stimulus.
2.
Etiologi
Stuart and Sunden (1998 : 305)
mengemukakan faktor predisposisi dari timbulnya halusinasi, antara lain:
a.
Faktor
Biologis
1)
Abnormalitas otak seperti : lesi pada
areo frontal, temporal dan limbic
dapat menyebabkan respon neurobiologist
2)
Beberapa bahan kimia juga dikaitkan
dapat menyebabkan respon neurbiologis
misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara
dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem receptor
dopamine.
b.
Faktor
sosial Budaya
Stres
yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat menunjang
terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
c.
Faktor
Psikologis
Penolakan
dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat menyebabkan timbulnya
respon neurobiologis yang maladaftive
Stuart and sunden (1998: 310) juga
mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi antara lain:
a.
Faktor
biologis
Gangguan dalam putaran balik otak
yang memutar proses informasi dan abnormaltas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi rangsangan. Stres biologis ini
dapat menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftive.
b.
Faktor
Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi
pada lingkungan merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan
perilaku.Klien berusaha menyesuaikan diri terhadap stressor lingkungan yang
terjadi.
c.
Faktor
Pemicu Gejala
1)
Kesehatan
Gizi
yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang sampai berat, dan gangguan proses
informasi.
2)
Lingkungan
Tekanan
dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari),
rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan,
gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial),
tekanan pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
3)
Sikap/ perilaku
Konsep
diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk
melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.
Menurut Mary Durant Thomas (1991),
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia,
depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi,
kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat
dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti
depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan
halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat
diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu
pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan,
kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab
halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber
koping dan mekanisme koping.
3.
Klasifikasi
a.
Halusinasi dengar (akustik, auditorik),
pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau
mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b.
Halusinasi lihat (visual), pasien itu
melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c.
Halusinasi bau / hirup (olfaktori).
Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan
seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d.
Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya
terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap)
suatu rasa di mulutnya.
e.
Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik).
Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila
rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi
heptik.
4.
Manifestasi Klinis
Klien
dengan halusinasi sering menunjukan adanya (carpenito,
L.J, 1998: 363, Townsend, M.C, 1998, Stuart and Sunden 1998: 328-329):
Data Subjektif
a.
Tidak mampu mengenal waktu, orang dan
tempat.
b.
Tidak mampu memecahkan masalah
halusinasi (misalnya: mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
c.
Mengeluh cemas dan khawatir
Data
Objektif
a.
Mudah tersinggung
b.
Apatis dan cenderung menarik diri
c.
Tampak gelisah, perubahan perilaku dan
pola komunikasi kadang berhenti bicara seolah-olah mendengar sesuatu
d.
Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan
suara
e.
Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f.
Gerakan mata yang cepat
g.
Pikiran yang berubah-ubah dan
konsentrasi rendah
h.
Kadang tampak ketakutan
i.
Respon-respon yang tidak sesuai (tidak
mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek)
5.
Empat Tahapan Halusinasi,
Karakteristik dan Perilaku yang Ditampilkan
a.
Tahap
I
Memberi
rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu
kesenangan.
Mengalami
ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
Mencoba
berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
Pikiran
dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.
Tersenyum,
tertawa sendiri
Menggerakkan
bibir tanpa suara
Pergerakkan
mata yang cepat
Respon
verbal yang lambat
Diam
dan berkonsentrasi
b.
Tahap
II
Menyalahkan
Tingkat
kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipasti
Pengalaman
sensori menakutkan
Merasa
dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai
merasa kehilangan control
Menarik
diri dari orang lain non psikotik
Terjadi
peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
Perhatian
dengan lingkungan berkurang
Konsentrasi
terhadap pengalaman sensori kerja
Kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
c.
Tahap
III
Mengontrol
Tingkat
kecemasan berat
Pengalaman
halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Klien
menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
Isi
halusinasi menjadi atraktif
Kesepian
bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Perintah
halusinasi ditaati
Sulit
berhubungan dengan orang lain
Perhatian
terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak
mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
d.
Tahap
IV
Klien
sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien
panic
Pengalaman
sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi,
bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi
terapeutik.
Perilaku
panic
Resiko
tinggi mencederai
Agitasi
atau kataton
Tidak
mampu berespon terhadap lingkungan
6.
Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori
halusinasi dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend, M.C, 1998: suatu keadaan dimana
seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
diri sendiri dan orang lain.
7. Rentang Respon
Rentang respon halusinasi (
berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).
Adaptif Maladaptif
Pikiran
logis Distorsi
pikir Gangguan
pikiran
Persepsi
kuat Ilusi Halusinasi
Emosi
konsisten Reaksi
emosi meningkat Sulit berespon emosi
Perilaku
sesuai Perilaku
aneh/tidak biasa Perilaku
disorganisasi
Berhub. Sosial
Menarik diri Isolasi
social
C. Masalah dan Data yang Harus Dikaji
1.
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
Klien mengatakan
benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya jikasedang kesal
atau marah.
Riwayat perilaku
kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data
Objektif :
Mata merah, wajah agak
merah.
Nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang‑barang.
2. Gangguan sensori persepsi:
halusinasi (Masalah Utama)
Data Subjektif
Klien
mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
Klien
mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien
mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien
takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien
ingin memukul/melempar barang-barang
Data
Objektif
Klien berbicar dan tertawa sendiri
Klien
bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
Klien
berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
Disorientasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi,
kadang hanya dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang
lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam),
kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri
kurang, posisi tidur seperti janin (menekur)
D. Pohon Masalah
Resiko
Tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
|
Isolasi
sosial : menarik diri
|
CP
: Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Auditori dan Visual
|
(Pohon
masalah Keliat, 1998: 6)
E.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim
1.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan
halusinasi auditori
2.
Halusinasi berhubungan dengan kurangnya
interaksi social
3.
Harga diri rendah berhubungan dengan
halusinasi
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada
pasien halusinasi dengan cara :
1.
Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk
mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan
agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.
Pasien
di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan
sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2.
Melaksanakan program terapi dokter
Sering
kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya.Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif.Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
3.
Menggali permasalahan pasien dan
membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah
pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah
yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4.
Memberi aktivitas pada pasien
Pasien
di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.
Melibatkan keluarga dan petugas lain
dalam proses perawatan
Keluarga
pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
STRATEGI
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
GANGGUAN
SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI
Diagnosa Keperawatan
|
Pasien
|
Keluarga
|
Gangguan
sensori persepsi: halusinasi
|
SP I
1.
Mengidentifikasi
jenis halusinasi pasien
2.
Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3.
Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4.
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5.
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6.
Mengidentifikasi
respons pasien terhadap halusinasi
7.
Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan
menghardik
8.
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
|
SP I
1.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2.
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi,
dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3.
Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
|
SP II
1.
Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2.
Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang dengan orang lain
3.
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
|
SP II
1.
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan halusinasi
2.
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien halusinasi
|
|
SP III
1.
Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2.
Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang biasa dilakukan pasien).
3.
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
|
SP III
1.
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning)
2.
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
|
|
SP IV
1.
Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2.
Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur
minum obat (prinsip 5 benar minum obat).
3.
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
|
|
TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI
A.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1.
Pasien mengenali halusinasi yang
dialaminya
2.
Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan Keperawatan
1. Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu
pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu
pasien agar mampu mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat
cara tersebut meliputi:
a.
Menghardik halusinasi
Menghardik
halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya.Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
Memantau
penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
b.
Bercakap-cakap
dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang
lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga
salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.
c.
Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas
secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi
bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara
teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
Menjelaskan
pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
Mendiskusikan
aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
Melatih pasien melakukan aktivitas
Menyusun
jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari
dalam seminggu.
Memantau
pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang
positif.
d.
Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus
dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk
mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu
dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh
menggunakan obat:
Jelaskan
guna obat
Jelaskan
akibat bila putus obat
Jelaskan
cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan
cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar
cara, benar waktu, benar dosis)
B.
Tindakan
Keperawatan untuk Keluarga
Tujuan:
1.
Keluarga
dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit maupun di rumah
2.
Keluarga
dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di
rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk
sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di
rumah).Keluarga yang
mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat
sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit
maupun di rumah.
Tindakan
keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah:
1.
Diskusikan
masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2.
Berikan
pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan
cara merawat pasien halusinasi.
3.
Berikan
kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi langsung di hadapan pasien
4.
Beri
pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien
Daftar
Pustaka
Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st
edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:
Jakarta.
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa..
EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback.(1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan.5th edition. Lippincott-
Raven Publisher: philadelphia.
DepKes RI, (1989). Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien
Gangguan Skizofrenia, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J,
(1998).Buku Saku Keperawatan Jiwa
(terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001.
Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 .Buku Ajar
Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004.Seres Kopino
dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan
Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
No comments:
Post a Comment