Friday, 13 February 2015

LP Halusinasi



GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI



A.      Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi.

B.       Proses Terjadinya Masalah
1.    Definisi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119). Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Menurut Maramis (1998) halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu sebenarnya yang tidak terjadi. Perubahan persepsi sensorik adalah suatu keadaan individu yang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan respon perubahan yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas adalah halusinasi dan dipersonalisasi (Stuart and sunden, 1998) Struart and Sunden, 1998 mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut :
a.                   Halusinasi Pendengaran (Auditori)
           Karakteristik
Mendengar suara, paling sering suara orang yang membicara sesuatu.
           Perilaku Klien yang diamati
           Melirikan mata kekiri dan kekanan mencari orang yang berbicara,
           Mendengarkan penuh perhatian pada benda mati,
           Terlihat percakapan dengan benda mati.

b.                  Halusinasi Penglihatan (Visual)
          Karakteristik
Stimulus penglihat dalam bentuk pancaran cahaya atau panorama yang luas dan komplek.
           Perilaku Klien yang diamati
           Tiba-tiba, tanggap, ketakutan pada benda mati,
           Tiba-tiba lari keruang lain tanpa stimulus.

2.    Etiologi
Stuart and Sunden (1998 : 305) mengemukakan faktor predisposisi dari timbulnya halusinasi, antara lain:
a.                  Faktor Biologis
1)                 Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan limbic     dapat menyebabkan respon neurobiologist
2)                 Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon   neurbiologis misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem receptor dopamine.
b.                 Faktor sosial Budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat menunjang terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
c.                  Faktor Psikologis
Penolakan dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat menyebabkan timbulnya respon neurobiologis yang maladaftive

Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi antara lain:
a.                  Faktor biologis
Gangguan dalam putaran balik otak yang memutar proses informasi dan abnormaltas pada mekanisme pintu masuk dalam otak mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi rangsangan. Stres biologis ini dapat menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftive.
b.                 Faktor Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan perilaku.Klien berusaha menyesuaikan diri terhadap stressor lingkungan yang terjadi.
c.                  Faktor Pemicu Gejala
1)                  Kesehatan
Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang     sampai berat, dan gangguan proses informasi.
2)                 Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan, gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
3)                 Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

3.    Klasifikasi
a.                  Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
b.                  Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
c.                  Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
d.                 Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
e.                  Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

4.    Manifestasi Klinis
Klien dengan halusinasi sering menunjukan adanya (carpenito, L.J, 1998: 363, Townsend, M.C, 1998, Stuart and Sunden 1998: 328-329):
Data Subjektif
a.                   Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat.
b.                  Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
c.                   Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
a.              Mudah tersinggung
b.             Apatis dan cenderung menarik diri
c.              Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti bicara seolah-olah mendengar sesuatu
d.             Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e.              Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f.              Gerakan mata yang cepat
g.             Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
h.             Kadang tampak ketakutan
i.               Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek)

5.    Empat Tahapan Halusinasi, Karakteristik dan  Perilaku yang Ditampilkan
a.                  Tahap I
                    Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.
                    Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
                    Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
                    Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.
                    Tersenyum, tertawa sendiri
                    Menggerakkan bibir tanpa suara
                    Pergerakkan mata yang cepat
                    Respon verbal yang lambat
                    Diam dan berkonsentrasi
b.                  Tahap II
                    Menyalahkan
                    Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipasti
                    Pengalaman sensori menakutkan
                    Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
                    Mulai merasa kehilangan control
                    Menarik diri dari orang lain non psikotik
                    Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
                    Perhatian dengan lingkungan berkurang
                    Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
                    Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
c.                   Tahap III
                     Mengontrol
                     Tingkat kecemasan berat
                     Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
                     Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
                     Isi halusinasi menjadi atraktif
                     Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
                     Perintah halusinasi ditaati
                     Sulit berhubungan dengan orang lain
                     Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
                     Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
d.                  Tahap IV
                    Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
                    Klien panic
                    Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
                    Perilaku panic
                    Resiko tinggi mencederai
                    Agitasi atau kataton
                    Tidak mampu berespon terhadap lingkungan

6.    Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend, M.C, 1998: suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri dan orang lain.





7.    Rentang Respon
Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).

Adaptif                                                                      Maladaptif
 

Pikiran logis                              Distorsi pikir                        Gangguan pikiran
Persepsi kuat                             Ilusi                                      Halusinasi
Emosi konsisten                        Reaksi emosi meningkat      Sulit berespon emosi
Perilaku sesuai                          Perilaku aneh/tidak biasa     Perilaku disorganisasi
Berhub. Sosial                         Menarik diri                           Isolasi social

C.      Masalah dan Data yang Harus Dikaji
1.    Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
                    Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
                    Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
                    Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
                     Mata merah, wajah agak merah.
                    Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
                     Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
                     Merusak dan melempar barang‑barang.

2.    Gangguan sensori persepsi: halusinasi (Masalah Utama)
Data Subjektif
                    Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
                    Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
                    Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
                    Klien merasa makan sesuatu
                    Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
                    Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
                    Klien ingin memukul/melempar barang-barang


Data Objektif
                     Klien berbicar dan tertawa sendiri
                     Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
                     Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
                     Disorientasi

3.    Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ”tidak”, ”ya”.
Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur)

D.      Pohon Masalah

Resiko Tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Isolasi sosial : menarik diri

CP : Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Auditori dan Visual

 








(Pohon masalah Keliat, 1998: 6)

E.       Diagnosa Keperawatan yang Lazim
1.    Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi auditori
2.    Halusinasi berhubungan dengan kurangnya interaksi social
3.    Harga diri rendah berhubungan dengan halusinasi

F.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.             Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional.Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu.
Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2.             Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3.             Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4.             Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.             Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.






STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI
Diagnosa Keperawatan
Pasien
Keluarga
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
SP I
1.    Mengidentifikasi  jenis halusinasi pasien
2.    Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3.    Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4.    Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5.    Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6.    Mengidentifikasi  respons pasien terhadap halusinasi
7.    Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
8.    Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP I
1.    Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.    Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3.    Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP II
1.    Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.    Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan  berbincang dengan orang lain
3.    Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi

SP III
1.    Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.    Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan  kegiatan (yang biasa dilakukan pasien).
3.    Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat  (discharge planning)
2.    Menjelaskan  follow up pasien setelah pulang
SP IV
1.    Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.    Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum obat (prinsip 5 benar minum obat).
3.    Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.




























TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI


A.      Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1.    Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2.    Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3.    Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

Tindakan Keperawatan
1.    Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.
2.    Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a.                  Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya.Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
                     Menjelaskan cara menghardik halusinasi
                     Memperagakan cara menghardik
                     Meminta pasien memperagakan ulang
                     Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien

b.                   Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

c.                   Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
                    Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
                    Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
                    Melatih pasien melakukan aktivitas
                    Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
                    dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
                    Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
d.                  Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
                    Jelaskan guna obat
                    Jelaskan akibat bila putus obat
                    Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
                    Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

B.       Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Tujuan:
1.        Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di di rumah sakit maupun di rumah
2.        Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.


Tindakan Keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah).Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien  dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah: 
1.    Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2.    Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3.    Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4.    Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga perawatan lanjutan pasien



Daftar Pustaka

Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot- Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback.(1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan.5th edition. Lippincott- Raven Publisher: philadelphia.
DepKes RI, (1989). Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Skizofrenia, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998).Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 .Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004.Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan.Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.

No comments:

Post a Comment